digitalMamaID – Hilangnya fitur live TikTok sejak Sabtu, 30 Agustus 2025, membuat jagat maya gaduh. Fitur yang selama ini menjadi andalan penjual online dan kreator digital tak bisa digunakan. Langkah ini diambil sebagai pembatasan konten demonstrasi yang terjadi di banyak lokasi di Indonesia.
Fitur live TikTok yang terbukti menopang ekonomi digital jutaan orang ditutup saat gelombang demonstrasi dimulai. Siaran langsung itu dikhawatirkan dimanfaatkan oleh mereka yang mengambil keuntungan dari pemberian gift saat siaran langsung. Bahkan, disinyalir dimanfaatkan oleh bandar judi online.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan, penutupan akses siaran langsung TikTok dilakukan secara sukarela oleh pihak platform dan bukan merupakan arahan dari pemerintah.
“Live TikTok itu kami pun melihat dari pemberitahuan yang ada di TikTok dan secara sukarela untuk penutupan fitur live pihak TikTok itu sendiri,” ujar Meutya .
Dikutip dari Antara, Juru Bicara TikTok menyatakan, penangguhan fitur live merupakan langkah pengamanan tambahan di tengah memanasnya aksi unjuk rasa di sejumlah daerah. Pihak TikTok juga menegaskan bahwa fitur live akan dinonaktifkan sementara.
Terpantau fitur live sudah bisa digunakan pada Selasa, 2 September 2025.
Fitur yang tulang punggung UMKM
Bagi banyak penjual online, live TikTok bukan merupakan jalur utama pemasaran dan interaksi dengan konsumen. Melalui siaran langsung, mereka bisa menunjukkan produk, menjawab pertanyaan pembeli, hingga menawarkan promo real time yang terbukti lebih efektif daripada sekadar unggahan katalog.
Data Digital Native Vertical Brand (DNVB) menunjukkan besarnya dampak ini. Hampir 80 persen brand di TikTok Shop menggantungkan penjualan dari live streaming. Nilainya fantastis! UMKM sepatu mampu meraih omzet hingga Rp8,41 miliar, UMKM emas Rp17,95 miliar, dan UMKM hijab Rp4,63 miliar hanya dari siaran langsung. Kini, potensi itu lenyap dalam sekejap.
Ironisnya, keputusan penghentian live TikTok terjadi di tengah situasi demonstrasi yang membuat banyak pasar offline terpaksa tutup. Sebanyak 5.046 pedagang harus menghentikan aktivitas jual beli, dengan kerugian omzet harian menembus Rp15,1 miliar.
Artinya, ketika jalur offline macet, jalur online pun ikut ditutup. Para pelaku usaha, UMKM, hingga ojol yang bergantung pada ekosistem digital justru semakin terhimpit. Bukankah seharusnya teknologi hadir untuk memberi jalan keluar, bukan menambah masalah?
Afiliator turut terdampak
Tak hanya bagi produsen, fitur live yang tidak bisa digunakan sementara ini juga berdampak pada afiliator. Dinari, salah seorang afiliator TikTok yang menggunakan live sebagai saluran berjualan merasakan pukulan ini pula. “Kerasa banget dampaknya, karena live TikTok itu salah satu cara aku jualan secara real time ya. Begitu tidak bisa live, interaksi langsung dengan followers jadi berkurang dan otomatis juga pengaruh ke traffict dan pastinya ke penjualan,” tuturnya kepada digitalMamaID.
Untuk menyiasatinya, ia fokus pada optimasi konten di feed. Ia berusaha membuat konten video yang lebih engaging. Ia juga mencoba untuk diversifikasi ke platform lain agar tidak bergantung di datu tempat saja. “Aku juga coba manfaatin fitur lain seperti komentar, DM, atau posting rutin supaya tetap bisa maintain kedekatan dengan audience meskipun tidak lewat live. Aku lebih aktif membangun komunikasi di saluran yang kumiliki lainnya, baik di TikTok maupun media sosial lainnya,”tuturnya.
Penutupan live TikTok jelas memberi pukulan berat bagi ekosistem digital Indonesia. Jika alasan utamanya adalah moderasi konten, seharusnya solusi yang diambil adalah pengetatan pengawasan, peningkatan literasi digital, atau kerja sama dengan komunitas kreator.
Saat offline lumpuh karena demonstrasi, seharusnya jalur online menjadi penyelamat. Sayangnya, keputusan ini justru memperburuk keadaan. [*]






