digitalMamaID — Program pelatihan perdana Digital Queen digelar Minggu, 15 Juni 2025 di Pesantren Arafah, Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Bertema “Cililin Go Digital: Belajar Hari Ini, Berdaya Esok Hari”, pelatihan ini memberi bekal keterampilan kepada perempuan untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan teknologi. Kegiatan ini diikuti 40 perempuan dan melibatkan lebih dari 20 volunteer.
Digital Queen adalah program pilot terbaru dari digitalMamaID yang bertujuan membekali perempuan—khususnya ibu-ibu di pedesaan—dengan keterampilan literasi digital dasar yang aplikatif. Didukung oleh International Media Support (IMS) dan European Union (EU), program ini hadir sebagai upaya untuk menjembatani kesenjangan akses digital antara perempuan di kota besar dan perempuan di wilayah non-urban.
Kesenjangan digital berdasarkan gender
Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, penetrasi internet di Indonesia masih sedikit lebih tinggi pada laki-laki (50,7%) dibandingkan perempuan (49,1%). Meskipun selisihnya tampak kecil, angka ini menunjukkan masih adanya kesenjangan akses, yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti keterbatasan perangkat, literasi digital yang belum merata, hingga beban domestik yang lebih besar pada perempuan. Berkaca dari data ini, Digital Queen hadir untuk mengurangi kesenjangan ini melalui pelatihan intensif dan dukungan berkelanjutan untuk perempuan di daerah non-urban.

Catur Ratna Wulandari, Editor in Chief digitalMamaID sekaligus penggagas Digital Queen, program ini ingin membuka akses seluas-luasnya bagi perempuan untuk memanfaatkan ekonomi digital yang tengah bertumbuh. “Saat ini ada orang-orang yang bisa menghasilkan cuan dari digitalisasi, tapi ada pula perempuan yang belum punya akses ke sana. Dua kelompok ini dipertemukan di Digital Queen dengan pendekatan komunitas,” tutur Ratna.
Digital Queen menjaring volunteer yang bisa bertindak sebagai expert yang bertindak sebagai narasumber maupun relawan yang membantu pelatihan ini terlaksana. Kesempatan ini juga terbuka bagi lembaga atau organisasi yang ingin terlibat dalam aksi ini. Para relawan memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari praktisi, dosen, mahasiswa, juga pelajar.
“Kami menyebut mereka yang mau turun tangan sebagai Queen Maker. Mereka lah yang akan melahirkan queen atau ratu-ratu baru yang siap menaklukkan bisnis online,” tuturnya.
Mereka semua diajak untuk turun langsung ke masyarakat atau komunitas perempuan untuk memberikan pelatihan keterampilan digital. Pada pelatihan perdana ini, Digital Queen menggandeng Pondok Pesantren Arafah sebagai tempat berkegiatan.
Ratna yakin, jika perempuan diberikan ruang dan kesempatan belajar yang setara, mereka akan mampu berkembang dan membawa dampak positif bagi keluarga serta komunitasnya.
Mengapa Cililin?
Cililin dipilih sebagai lokasi pertama program Digital Queen karena letaknya yang relatif dekat dari Bandung (sekitar 30 km), namun masih memiliki tantangan infrastruktur digital. Daerah ini dikenal memiliki potensi wisata alam seperti Curug Malela dan sudah tergabung dalam Jaringan Desa Wisata Kemenparekraf. Namun, kondisi geografis perbukitan membuat akses transportasi daring masih terbatas, meskipun layanan ekspedisi logistik mulai banyak ditemukan.

Yayasan Pesantren Arafah, tempat berlangsungnya pelatihan, dipilih karena perannya yang aktif dalam kegiatan sosial masyarakat. Didirikan oleh Alm. KH. Syarief Mahmud pada 1985, pesantren ini dikenal dengan pendekatan dakwah yang ramah lingkungan.
Heni Nuriah, Wakil Ketua Yayasan Pesantren Arafah, menyambut baik pelaksanaan Digital Queen di pesantrennya. “Kita tidak bisa menarik diri dari perkembangan zaman. Bersembunyi pun tidak bisa. Jadi, dengan acara ini ibu-ibu bisa menggunakan handphone-nya bukan hanya untuk hiburan tapi juga untuk berkembang,” ungkapnya.
Modul dan materi
Sebelum pelatihan, tim Digital Queen melakukan survei kepada 30 responden yang menjadi calon peserta. Walaupun di tengah perjalanan, ada permintaan penambahan kuota peserta menjadi 40 peserta. Peserta yang hadir sebagian besar peserta berusia 21–45 tahun, hampir 70% di antaranya adalah ibu rumah tangga, dan mayoritas berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat literasi digital sedang.
Untuk pelatihan ini, dibuat dua modul yang dibuat oleh Malika Rizqi Anindita dan Intan Prisanti, keduanya merupakan Co-Owner YourKalle. Brand tas kerja lokal wanita yang berdiri tahun 2018 di Tangeran Selatan ini berhasil memanfaatkan peluang bisnis secara online. Dua modul yang dibuat berisi tentang pengelolaan bisnis online dan pembuatan konten media sosial.
Dua expert ini hadir untuk menyampaikan langsung materi yang sudah disusun tersebut. Setelah materi mengelola bisnis online, dilanjutkan dengan pembuatan konten media sosial untuk memasarkan produk, Peserta diajak praktik langsung pembuatan foto, video serta berjualan lewat fitur live.

Sesi terakhir diisi oleh Darajati Esky, sebagai trainer Evermos. Para peserta belajar menjadi reseller dari rumah dan praktik langsung berjualan dengan Evermos. Aplikasi seperti Evermos menjadi salah satu opsi mendapatkan penghasilan tanpa membuat produk sendiri.
Peserta yang hadir kebanyakan sudah memulai bisnisnya dan sebagian dari mereka membawa produk-produk yang dijual dari makanan hingga pakaian. Salah seorang peserta, Amalia menuturkan, pelatihan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuannya. Sebagai ibu rumah tangga, mendapat pengetahuan baru bukan perkara mudah. Selain soal waktu, banyak hal yang harus diurus oleh ibu sehingga seringkali sulit untuk belajar. “Pemaparannya enakeun, nyampe di aku sebagai ibu-ibu yang udah nge-lag karena full jadi IRT,” ungkapnya.
Belajar sambil membawa anak? Bisa!
Pelatihan Digital Queen dirancang sebagai kegiatan yang ramah untuk ibu. Ibu boleh membawa serta anaknya ke lokasi pelatihan. Anak-anak akan diberi aktivitas sehingga ibu bisa belajar dengan tenang.

Pada kegiatan ini, aktivitas anak diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Universitas Komputer Indonesia (Pusba UNIKOM) yang memberikan berbagai aktivitas biblioterapi untuk anak. Biblioterapi dipilih untuk memberikan pengalaman positif dan edukatif bagi anak-anak. Kegiatan ini fokus pada pembentukan karakter resilien dan pengenalan emosi dasar yang dimiliki anak-anak.
Program Digital Queen membuktikan bahwa perempuan yang jauh dari kota pun mampu dan siap mengambil peran dalam ekonomi digital, asalkan diberikan akses dan ruang belajar yang layak. Harapannya, kegiatan ini tidak berhenti di Cililin saja, tetapi menjadi awal lahirnya lebih banyak digital queen di berbagai wilayah Indonesia. [*]

 
													





 
								 
													