Grup Facebook “Fantasi Sedarah” Jadi Sarang Predator Anak

Ilustrasi predator anak Grup Facebook “Fantasi Sedarah”/Towfiqu Ahamed/Getty Images
Share

digitalMamaID – Warganet kembali dibuat geram lantaran munculnya sebuah grup di laman Facebook bernama “Fantasi Sedarah”. Grup virtual ini membahas seputar ketertarikan seksual atau fantasi seksual terhadap keluarganya sendiri atau saudara kandung (inses). Bahkan mirisnya, tak sedikit di dalamnya yang membahas ketertarikan seksual terhadap anaknya sendiri.

Dengan jumlah pengikut lebih dari 32 ribu, anggota grup “Fantasi Sedarah” saling bertukar cerita-cerita menyimpang. Mereka juga bertukar foto keluarga bahkan foto anak yang menjadi sasaran fantasinya. Beberapa tangkapan layar pun sudah banyak beredar luas di X dan Instagram. Tidak sedikit juga warganet yang telah melaporkan akun tersebut ke Meta hingga Polri.

Tempat predator anak

Save the Children, organisasi independen yang berfokus pada pemenuhan hak anak di Indonesia, dalam laman instagramnya pun, dengan tegas mengecam keras keberadaan komunitas online yang menyakiti dan mengekploitasi anak-anak, seperti grup Facebook “Fantasi Sedarah” ini. Menurutnya, grup ini menjadi ruang gelap yang sangat berbahaya, karena menyebarkan konten dan diskusi yang melecehkan serta mengancam keselamatan anak.

“Tanpa pengawasan ketat, kelompok seperti ini bisa berkembang dan berpindah-pindah platform,” tulis Save the Children.

Satu suara, ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes) Indonesia dalam laman Instagram-nya, juga turut angkat suara dengan kemunculan grup-grup penyimpangan seksual ini.

“Kemunculan grup-grup seperti ini malah melanggengkan dan menjadi tempat baru bagi para predator-predator anak untuk mencari mangsa dan di grup seperti ini mereka pasti merasa terdukung karena, bertemu dengan sesama mereka,” ungkap ECPAT.

Lebih lanjut, penyimpangan seksual seperti ini bukan hanya menyalahi aturan baik itu norma, agama, dan kebiasaan di Indonesia. Ini juga merupakan bentuk dari kekerasan serta perampasan hak atas perlindungan anak.

“Ini salah satu bentuk dari gagalnya peran keluarga. Seharusnya jadi tempat anak-anak berpulang dan tempat anak-anak untuk merasa aman malah menjadi salah satu tempat terjadinya kekerasan,” lanjutnya.

Laporkan!

Koordinator Advokasi dan Layanan Hukum ECPAT Indonesia Rio Hendra pun mengimbau, masyarakat untuk berani melaporkan hal-hal yang menyimpang terutama di platform media sosial.

“Sekarang kan sudah ada kanal pelaporan. Jadi kita tinggal buat pelaporan saja nanti platform media sosial akan segera menutup biasanya atau bisa dilaporkan ke kepolisian,” kata Rio ketika dihubungi langsung oleh digitalMamaID, Jumat 16 Mei 2025.

Terutama orang-orang yang menyebarkan foto anak-anaknya. Orang-orang seperti ini menurutnya bisa dijerat hukum dan ditangkap. Rio berharap masyarakat tidak hanya diam saja dan membiarkan hal seperti ini beredar di lingkungannya masing-masing tanpa berani melapor.

“Laporkan saja atau bisa membuat laporan ke ECPAT, dengan menyertakan link dari media sosial yang di dalamnya ada eksploitasi seksual anak secara online. Itu nanti kita bisa menindaklanjuti itu,” sambungnya.

ECPAT mengaku sudah banyak melakukan upaya-upaya dalam rangka melindungi anak di ruang digital. ECPAT Indonesia merupakan organisasi jaringan nasional yang aktif menentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), meliputi perdagangan seks anak, pelacuran anak, pornografi anak, pariwisata seks anak serta perkawinan anak.

Pelaporan ke ECPAT, bisa melalui email secretariat@ecpatindonesia.org, atau hubungi Whatsapp di nomor 08119771775.

Rekomendasi penting Save the Children

Save the Children juga memberikan beberapa rekomendasi penting sebagai langkah nyata untuk memperkuat perlindungan anak, terurama dalam menghadapi berbagai bentuk kekerasan dan penyalahgunaan yang kian meluas di dunia maya.

    • Penegakan hukum

Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas. Undang-undang sudah sangat jelas mengatur, termasuk mekanisme pencabutan hak asuh terhadap orang tua yang melakukan kekerasan atau pelecehan. Pendekatan hukum ini tidak hanya soal pidana, tetapi juga pencabutan hak asuh. Pemerintah, melalui dinas terkait, berhak mengajukan pencabutan hak asuh ke pengadilan demi keselamatan anak.

    • PP Tunas & PSE

Terkait Peraturan Pemerintah (PP) Tunas, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) seperti platform digital harus bertanggung jawab dan ditegur apabila memfasilitasi interaksi kelompok berbahaya seperti ini.

    • Bimbingan pra-nikah

Bimbingan pra-nikah yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama hendaknya memasukkan isu-isu perlindungan anak dan bahaya kekerasan dalam keluarga, khususnya di wilayah perkotaan, untuk memberikan edukasi awal kepada pasangan baru tentang pentingnya membangun keluarga yang aman dan harmonis.

    • Positive parenting

Secara mendasar, program positive parenting berbasis hak-hak anak harus terus digalakkan dan ditingkatkan karena tantangannya makin meluas terutama di era digital saat ini. Positive parenting berbasis hak-hak anak mencakup penghormatan kepada anak-anak dan tidak melakukan kekerasan atau pelecehan terhadap pasangan dan anak.

    • Modul parenting

Modul-modul parenting harus diperkaya dengan aspek digital parenting, dan disediakan secara e-learning dengan program yang intensif untuk menyasar anak-anak muda usia menikah dan pasangan baru menikah agar siap menghadapi tantangan dunia digital dalam membangun keluarga.

Tidak menyebarkan ulang

Sampai hari ini polisi pun masih menyelidiki akun tersebut dan Komdigi sendiri juga sudah memblokir enam akun lainnya yang serupa. Direktorat Siber Polda Metro Jaya dilansir dari Detik, mulai berkoordinasi dengan Meta serta Komdigi untuk melacak admin  hingga anggota grup tersebut.

“Ini kami intensif berkoordinasi dengan Meta dan Komdigi,” ujar Direktur Siber Polda Metro Jaya, Kombes Roberto Pasaribu.

Polda Metro Jaya juga memastikan akun grup Facebook “Fantasi Sedarah” telah ditutup. Warga diimbau tidak menyebar ulang isi konten dalam grup tersebut.

“Kami meminta agar penyebaran kembali (re-share) konten yang ada dalam akun grup yang sudah ditangguhkan atau ditutup oleh provider Meta tersebut dalam bentuk tangkapan layar, terutama yang ada foto anak dengan kalimat melanggar UU Kesusilaan/Pornografi tidak dilakukan kembali dengan tujuan apa pun,” sambungnya.

Roberto mengatakan penyebaran ulang (re-share) konten yang berkaitan dengan kejahatan pornografi akan memperparah penyebaran konten pornografi.

“Karena akan menambah penyebaran konten-konten terkait kejahatan pornografi anak child sexual exploitation material (CSEM),” pungkasnya. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID