Ryan memulai petualangannya di YouTube sejak ia berusia 3 tahun dengan mengunggah video-video unboxing yang menunjukkannya membuka kotak-kotak hadiah dan mengomentarinya. Semakin bertambah usianya, konten yang diunggahnya semakin bervariasi. Ia kini juga mengunggah video beragam permainan, eksperimen sains, dan tutorial DIY. Memiliki channel YouTube ternyata hanyalah awal bagi kariernya. Ia kini juga memiliki produk mainan, baju, dan kontrak dengan beberapa stasiun televisi.
Bukan hanya Ryan anak yang masuk daftar Forbes tahun ini. Anastasia Radzinskaya alias Natsya, bocah perempuan berusia 5 tahun dari Rusia, duduk di peringkat ketiga dengan penghasilan $18 million atau Rp251 miliar dari channel Like Natsya Vlog. Terlahir dengan cerebral palsy, orang tua Natsya mendokumentasikan perkembangan Natsya dari hari ke hari untuk teman-teman dan kerabat. Dalam waktu singkat, ia pun meraih jutaan follower dari seluruh dunia.
Melonjaknya popularitas YouTube memang melahirkan generasi idola baru untuk anak-anak kita. Para idola ini bukan lagi bintang film atau penyanyi yang sering muncul di televisi, melainkan anak-anak biasa yang memiliki channel YouTube sendiri, mulai dari yang membahas seputar mainan, game, hingga jalan-jalan. Tidak heran jika menjadi YouTuber menjadi cita-cita sebagian anak masa kini.
Bagaimana jika anak kita kemudian meminta dibuatkan channel YouTube dan berminat menjadi seorang YouTuber? Haruskah kita melarang mereka, atau justru mendukungnya? Inilah salah satu fenomena baru di era digital yang membuat kita sebagai orang tua mungkin mengalami kebingungan untuk menjawabnya.
Perlu Mama ingat, meminta persetujuan orang tua untuk menjadi YouTuber saja sudah menjadi tanda bahwa anak memiliki intuisi yang baik seputar keterlibatan orang tua dalam kehidupannya di dunia maya. Dengan dukungan kita, memproduksi channel YouTube bisa menjadi projek yang seru dan positif bagi anak. Namun, kita juga tak boleh melupakan beragam resiko yang bisa muncul ketika anak memasuki ranah publik melalui YouTube.
Sebagai panduan bagi Mama dan keluarga untuk menavigasi hal ini, berikut beberapa poin yang bisa Mama jadikan sebagai bahan pertimbangan ketika anak ingin menjadi YouTuber.
Sisi Positif Anak Jadi YouTuber
Menumbuhkan kreatifitas anak
Channel YouTube bisa menjadi salah satu wadah untuk menumbuhkan dan menyalurkan kreatifitas anak. Memikirkan apa yang sebaiknya ditampilkan dan bagaimana menjadi berbeda di tengah ketatnya persaingan bisa mendorong anak untuk berimajinasi dan menciptakan berbagai macam konten kreatif. Beberapa jenis konten yang umum ditemukan pada konten anak antara lain:
- tutorial ‘how to‘, misalnya cara membuat mainan dari kardus
- vlog keseharian anak ketika sedang bermain, berolahraga, atau rekreasi bersama keluarga
- video parodi
- review produk (mainan atau game)
- video musik yang menampilkan anak menyanyi atau menari
Mengajarkan keterampilan teknis
Anak akan belajar tentang berbagai peralatan yang dibutuhkan untuk membuat video, bagaimana mengatur pencahayaan yang baik, proses syuting, editing, juga streaming.
Mengajarkan soft skills
Selain kemampuan menggunakan teknologi, memiliki channel YouTube yang dikelola dengan serius juga akan mengajarkan pada anak tentang marketing, storytelling komitmen, konsistensi, dan juga ketangguhan.
Membangun bonding anak dengan orang tua
Menjadikan proses produksi channel YouTube sebagai projek keluarga bisa merekatkan ikatan orang tua dan anak karena akan ada banyak hal yang dapat didiskusikan dan dikerjakan bersama-sama.
Membangun portofolio
Channel YouTube yang diproduksi dengan baik bisa menjadi salah satu bagian dari portofolio karya anak yang bermanfaat ketika tiba saatnya anak mencari pekerjaan atau membangun kerjasama dengan orang lain.
Sisi Negatif Anak Jadi YouTuber
Mengekspos anak pada resiko cyberbullying dan predator online
Berkurangnya privasi keluarga
Anak terobsesi pada jumlah like, view, dan follower
The Harris Poll / LEGO survey |
Tips Mendampingi Anak Menjadi YouTuber
Rencanakan, kerjakan bersama, dan dampingi perjalanannya.
- Diskusikan bersama anak konten apa yang akan diunggah. Gali minat, bakat, dan keunikan anak sehingga aktivitas ini bisa memaksimalkan potensinya.
- Sepakati seberapa sering konten diproduksi, juga berapa lama alokasi waktu pengerjaannya agar tidak mengganggu aktivitas anak yang lain termasuk sekolah.
- Dampingi dan arahkan anak mempelajari hal-hal teknis dan non-teknis yang diperlukan dalam proses produksi.
Sepakati aturan privasi. Diskusikan dan sepakati apa saja informasi pribadi dan keluarga yang boleh dan tidak boleh diunggah untuk konsumsi publik. Mama bisa menggunakan nama panggung untuk menyembunyikan nama asli anak. Data yang sensitif seperti nomor telepon atau alamat rumah juga bukan untuk dibagikan kepada publik. Bisa juga video dibuat tanpa menampilkan wajah anak dan hanya memperdengarkan suaranya. Sebelum konten diunggah, sebaiknya orang tua menontonnya terlebih dahulu untuk memastikan apakah semua sudah sesuai kesepakatan.
1 thoughts on “Anak Ingin Jadi YouTuber? Pertimbangkan Dulu Hal-Hal Ini!”
Tapi saya akan membuat sebuah drama sakura school simulator masa di bantu ortu