digitalMamaID — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membuka saluran pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Nomor ini sebagai jalur pelaporan bagi orang tua, keluarga, maupun masyarakat yang mengalami ataupun melihat adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak di situasi demonstrasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, 1.186 anak ditahan polisi setelah ikut demonstrasi.
“Kami siaga melalui call center 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” kata Menteri PPPA Arifah Fauzi di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat, 5 September 2025.
Menurut catatan KemenPPPA pada 25 Agustus 2025, jumlah anak-anak yang ikut serta dalam aksi protes selama unjuk rasa di berbagai daerah pada 25-30 Agustus sangat besar. Di Jakarta, sebanyak 105 anak yang terlibat aksi demonstrasi.
Pada 28 Agustus terdapat 1 anak yang terlibat dalam aksi di Makassar, 39 anak dalam aksi di Bali, dan sekitar 110 anak yang terlibat dalam aksi gelombang kedua di Jakarta.
Pada 29 Agustus, terdapat sedikitnya 23 anak yang terlibat dalam aksi di Semarang, 25 anak dalam aksi di Yogyakarta, dan 56 anak dalam aksi di Surabaya.
“Selain itu, keterlibatan anak di beberapa wilayah lain, seperti Solo, Kediri, Cirebon, Bandung, Nusa Tenggara Barat, dan Palembang masih belum teridentifikasi,” kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.
KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di sejumlah daerah untuk memastikan pendampingan sesuai kebutuhan bagi anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi.
Rangkaian aksi unjuk rasa di berbagai provinsi pada 25 – 31 Agustus 2025 tercatat menelan 10 korban jiwa, termasuk satu orang anak. ALF (16), seorang pelajar asal Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, yang meninggal dunia pada Senin (1/9) saat menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) Dr Mintohardjo, Jakarta.
ALF dilarikan ke rumah sakit sejak Jumat (29/8) setelah diduga terlibat dalam aksi unjuk rasa di kawasan DPR/MPR RI pada Kamis (28/8) yang berujung ricuh. Selama di rumah sakit ALF mengalami koma dan dinyatakan meninggal dunia pada Senin (1/9).
Sementara terdapat 20 anak lainnya yang menjadi korban luka dalam kerusuhan demonstrasi di berbagai daerah. Mereka saat ini masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
KPAI sebut ada 6 anak yang ditahan polisi
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan, terdapat 1.186 anak yang ditahan oleh kepolisian karena terlibat dalam aksi demonstrasi di sejumlah daerah di Indonesia. Sebagian besar sudah dibebaskan namun masih ada enam anak yang ditahan di Polres Jakarta Utara pasca-aksi demonstrasi di Jakarta.
“Sebagian besar (anak) sudah dikembalikan, namun masih ada yang ditahan hingga lebih dari 3 x 24 jam. Sampai saat ini masih ada enam anak di (Polres) Jakut,” kata Anggota KPAI Diyah Puspitarini.
Diyah merincikan beberapa Polres yang sampan menahan anak-anak yang terlibat dalam aksi unjuk rasa. Antara lain pada 25 Agustus 2025 Polda Metro Jaya sempat menahan 150 anak, Polres Jaktim 21 anak, Polres Jaksel 16 anak, dan Polres Jakbar lima anak. Anak-anak tersebut saat ini sudah dikembalikan kepada orang tua masing-masing.
Kemudian pada 28 Agustus, Polda Metro Jaya menahan 200 anak, Polres Jaksel 10 anak, Polres Jaktim 23 anak, yang selanjutnya semua sudah dikembalikan kepada orang tua.
Di Polres Jakarta Utara, pada 30 Agustus tercatat menahan enam anak kemudian pada 31 Agustus kembali menahan lima anak. “Sebagian sudah dikembalikan ke orang tua. Sekarang tinggal enam anak yang masih ditahan (Polres Jakut),” kata Diyah Puspitarini.
Sementara data di daerah, di DI Yogyakarta sempat ditahan 15 anak, Semarang 200 anak, Medan 5 anak, Pontianak 3 anak, Bali 7 anak, dan Mataram 2 anak. Anak-anak tersebut sudah dikembalikan ke orang tuanya.
Kemudian di Bekasi ditahan 28 anak, Garut 37 anak, Bandung 37 anak, Sragen 73 anak, Grobogan 99 anak, Pekalongan 12 anak, Kebumen 99 anak, Wonogiri enam anak, Solo 65 anak, Surabaya 50 anak, dan di Kediri 12 anak. Anak-anak tersebut juga telah dikembalikan ke orang tua masing-masing.
Orangtua diminta beri pemahaman
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan pentingnya peran orang tua dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai risiko keterlibatan dalam aksi demonstrasi.
“Saya mengimbau orang tua agar memberikan pemahaman pada anak-anak mengenai situasi aksi unjuk rasa ini, agar anak-anak terhindar dari potensi bahaya yang mengancam keselamatannya di saat situasi tidak terkendali,” kata Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley.
Selain itu, KPAI juga meminta guru dan pihak sekolah untuk memberi edukasi mengenai demokrasi dan kondisi sosial politik yang tepat pada anak-anak.
“Berikan ruang diskusi yang aman dan nyaman kepada anak-anak agar mereka mengembangkan pemahaman yang tepat dan punya ruang berpendapat yang jelas di sekolah tentang situasi dan eskalasi politik akhir-akhir ini dan dampaknya terhadap kehidupan anak-anak hari ini dan di masa yang akan datang,” kata Sylvana. [*]






