Terbitkan PP Tunas, Pemerintah Atur Akses Anak ke Media Sosial

Ilustrasi PP Tunas yang mengatur akses anak ke layanan digital.
Share

digitalMamaID — Presiden Prabowo Subianto telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) dalam Perlindungan Anak. Aturan yang dikenal dengan PP Tunas ini memberi panduan penggunaan media sosial untuk anak-anak.

Terbitnya aturan ini sebagai upaya pemerintah untuk melindungi anak-anak dari ancaman digital, termasuk untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman dan ramah anak-anak. Pemerintah berpendapat, jika anak-anak bebas mengakses internet tanpa pengawasan, mereka akan banyak terpapar konten negatif, menjadi korban penipuan online, hingga predator di dunia maya.

Menurut Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, sebanyak 48 persen anak-anak Indonesia mengalami perundungan online. Selain itu, sekitar 80.000 anak di bawah 10 tahun terpapar judi online.

“Data ini bukan sekadar angka. Ini merupakan isu besar yang akan berdampak pada masa depan anak-anak di Indonesia. Kita tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana ruang digital merusak anak-anak kita,” ujar Meutya dilansir dari laman Komdigi.

Terbitnya PP Tunas ini, menurut Meutya, sebagai bentuk komitmen negara melindungi generasi muda. PP itu mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) seperti platform media sosial, game onlinewebsite, dan layanan keuangan digital untuk melakukan literasi digital dan melarang profiling anak untuk tujuan komersial.

Anak sudah punya akun media sosial

Perkembangan teknologi yang semakin cepat seringkali membuat penggunanya kesulitan menyaring berbagai konten negatif di media sosial, termasuk pengguna anak. Meski sudah ada batasan umur pengguna, nyatanya tidak sedikit anak-anak yang sudah memiliki akun media sosial.

Dikutip dari Antara, sebuah riset yang dilakukan oleh NeuroSensum & SurveySensum pada tahun 2021 menyebutkan, 87 persen anak-anak di Indonesia sudah dikenalkan media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun. Bahkan sebanyak 92 persen anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan rendah mengenal media sosial lebih dini. Survei ini juga menyebutkan, banyak orangtua yang ketakutan dan khawatir akan dampak negatif dari media sosial, seperti cyberbullying, tontonan negatif, dan lainnya.

Banyaknya anak bebas mengakses media sosial seperti Facebook, Instagram, Tiktok, YouTube. Hal ini menunjukkan betapa populer media sosial di kalangan anak-anak. Oleh karena itu, dampak negatif paparan media sosial untuk anak-anak harus ditekan dengan memberikan batasan usia dalam penggunaannya. Melalui PP Tuntas ini, negara bisa hadir dan melindungi generasi muda untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Untuk mencapai visi tersebut, generasi muda yang unggul dan berkualitas sangat dibutuhkan.

Langkah pembatasan sudah dilakukan lebih dulu oleh pemerintah Australia yang melarang anak-anak di bawah 16 tahun menggunakan media sosial.

Batasan usia pengguna medsos

PP Nomor 17 Tahun 2025 merinci batas usia anak untuk mengakses media sosial sebagai berikut:

      • Di bawah 13 tahun
        Anak-anak di bawah 13 tahun hanya diperbolehkan memiliki akun pada produk dan layanan digital berisiko rendah yang memang dirancang untuk anak-anak dan itu pun harus disertai izin orang tua.
      • Usia 13 hingga 15 tahun
        Anak dalam rentang usia ini dapat mengakses layanan digital dengan risiko sedang, namun tetap memerlukan persetujuan dari orang tua.
      • Usia 16 hingga 17 tahun
        Remaja di usia ini diizinkan mengakses layanan digital dengan risiko tinggi, seperti media sosial umum, asalkan telah mendapatkan persetujuan dari orang tua.

PP Tunas juga secara khusus mewajibkan setiap PSE untuk menyaring konten yang berpotensi membahayakan anak-anak. Platform wajib menyediakan mekanisme pelaporan yang mudah diakses, serta memastikan proses remediasi yang cepat dan transparan. Selain itu, PP ini mengatur kewajiban PSE untuk memverifikasi usia pengguna. PSE juga wajib menerapkan pengamanan teknis yang dapat memitigasi risiko paparan konten negatif.

PSE juga wajib menjamin tersedianya teknologi serta berfungsinya secara efektif langkah teknis dan bagi orang tua untuk dapat melakukan pengawasan terhadap penggunaan produk, layanan, dan fitur melalui akun anak.

Sanksi untuk platform yang melanggar

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) meminta agar pemerintah memberikan sanksi tegas kepada penyelenggara platform digital yang terbukti melanggar PP Tunas. Menurut Ketua LPAI Seto Mulyadi, terbitnya aturan ini merupakan langkah nyata pemerintah dalam melindungi anak-anak di dunia digital.

Platform digital yang melanggar perlu dicabut izinnya. Kami berharap pemerintah tidak hanya memberikan peringatan, tetapi juga tindakan nyata untuk memastikan bahwa anak-anak kita terlindungi dari konten yang berbahaya,” kata Seto.

LPAI juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam melaporkan pelanggaran yang terjadi di platform digital, sehingga perlindungan anak dapat terwujud secara efektif. Dengan adanya PP Tunas, diharapkan semua pihak dapat berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi generasi muda.

Mengapa orangtua harus terlibat?

Komdigi dalam unggahan terbarunya di media sosial menyebutkan, perlindungan sistem saja tidak cukup untuk melindungi anak-anak di dunia digital. Perlu peran orangtua sebagai garda terdepan untuk berperan aktif menjaga anak-anak ketika berselancar di dunia maya.

“PSE, pemerintah, sekolah, dan orang tua harus berkolaborasi. Karena keamanan digital anak bukan hanya tanggung jawab platform,” tulis @literasidigitalkominfo dalam unggahannya.

Oleh karenanya dibutuhkan keterlibatan orang tua dalam pengawasan. Anak-anak belum sepenuhnya bisa memahami apa itu informasi berbahaya dan bagaimana cara mereka menjaga privasi. Orangtua perlu memberitahu kapan mereka harus melapor jika menemukan sesuatu yang mencurigakan, karena itu pendampingan orangtua sangat dibutuhkan dan berperan penting dalam mendukung PP Tuntas ini.

“Anak itu cenderung belajar dari contoh, jadi orangtua harus menjadi role model dengan bijak berinternet seperti selalu memverifikasi berita-berita yang muncul, mengajarkan anak menjaga dan menghormati privasi orang lain, dan bijak dalam berbagi konten,” tulis @literasidigitalkominfo. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

ORDER MERCHANDISE

Bingung cari konten yang aman untuk anak?
 
Dapatkan rekomendasi menarik dan berikan pendapatmu di Screen Score!
Ilustrasi melatih anak bicara/Bukbis Ismet Candra Bey/digitalMamaID