digitalMamaID – Berbagai konten di media sosial yang mengambil foto atau video orang lain diam-diam membuat netizen cemas. Saat beraktivitas di ruang publik, mereka jadi khawatir ada orang yang diam-diam merekamnya. Apalagi jika kemudian viral di media sosial dengan narasi keliru.
Beberapa hari lalu viral di media sosial rekaman suara seorang ibu hamil yang marah di kereta rel listrik (KRL). Ia marah kepada penumpang lainnya karena mengambil gambar dirinya tanpa izin. Orang tersebut mengambil gambar ibu hamil yang dianggap memakai baju yang tidak tertutup. Ia mengirimkan gambar itu kepada temannya. Rupanya, si pengambil gambar mengirimkan hasil tangkapan kameranya untuk digunjingkan. Perbincangan itu diketahui ibu yang ada dalam gambar itu dari layar handphone karena penerima gambar duduk di sebelahnya.
Ia sontak marah. Emosinya memuncak. Setelah turun dari KRL itu, ia mengalami pendarahan dan akhirnya kehilangan bayinya.
Prinsip kebajikan dan menjaga martabat orang lain
Peristiwa ini mendapat reaksi dari netizen. Netizen jadi buka suara soal keresahan mereka dengan fenomena ambil foto atau video tanpa izin ini. Rupanya, kejadian serupa dialami netizen lain. Bahkan ada yang fotonya disebar ke grup percakapan dan dijadikan bahan lelucon.
Frida Kusumastuti dari Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) mengatakan, secara hukum ada beberapa Undang-Undang yang telah mengatur hal ini. Antara lain UU Hak Cipta, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Pornografi. “Soal privasi ini jeratan hukumnya bisa sampai pidana,” katanya kepada digitalMamaID, Selasa, 24 Oktober 2023.
Selain dari sisi hukum, perilaku mengambil foto atau video secara diam-diam kemudian mengunggahnya ke media sosial bisa dicermati dari sisi etika di ruang digital. Frida mengatakan, prinsip etika yang harus diperhatikan ialah kebajikan atau menjaga martabat manusia.
“Pengambilan foto dan video tanpa izin harus mempertimbangkan soal martabat. Foto atau video yang membuat orang merasa jatuh martabatnya, menjadi potensi di-bully orang lain itu jadi tidak etis. Tanpa izin bisa kena hukum, meskipun dengan izin tapi kalau yang ditampilkan itu hal yang mempermalukan orang lain, itu tidak etis,” tuturnya.
Ia menambahkan, persoalan etis erat kaitannya dengan kemanusiaan. Seseorang harus dianggap sebagai manusia yang layak dihormati dan dijaga martabatnya.
Meski tampak sepele, mengunggah foto orang lain perlu memperhatikan dampak pada orang tersebut. Mama barangkali pernah mengalami berfoto bersama dengan banyak orang, tapi kemudian yang diunggah ke media sosial itu foto seseorang dengan pose yang mempermalukan yang bersangkutan. Menurut Frida, hal semacam ini juga tidak etis.
Bersandar kejujuran
Netizen juga mengeluhkan soal narasi yang menyertai foto dan video yang diunggah tanpa izin itu. Seringkali narasinya jauh dari realita yang ada. Misalnya seseorang yang makan seorang diri di sebuah rumah makan, narasi yang dibuat seolah yang bersangkutan kesepian.
Foto atau video yang diunggah diam-diam kemudian diunggah ke media sosial memang berpotensi menimbulkan salah persepsi. Seseorang yang makan di warung dengan baju seadanya dan hanya beli air putih, tidak bisa serta-merta disimpulkan sebagai orang miskin.
Frida mengatakan prinsip etika yang kedua ialah kejujuran. “Sesuatu yang baik pun kalau tidak berlandas kejujuran ya tidak etis,” ujarnya.
Narasi yang ditampilkan dalam foto dan video yang ditampilkan di media sosial haruslah sesuai dengan kenyataannya. “Kalau kita tahu dia minum air putih karena haus bukan karena kekurangan lalu mengunggah caption yang tidak jujur itu tidak etis,” kata Frida.
Mengambil foto atau video secara diam-diam menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan penjelasan tentang apa yang terjadi. Apa yang sesungguhnya terjadi tentu saja hanya bisa diketahui jika melakukan konfirmasi atau bertanya langsung kepada yang bersangkutan.
“Misalkan kita ini juranalis, itu terikat kode etik. Maka harus konfirmasi, harus tanya kenapa kok minum air putih? Kalau jawabannya karena haus tapi kita sampaikan karena alasan laiun, itu tidak jujur. Melanggar kode etik. Kalau bukan jurnalis, kita melanggar etika tadi,” tutur Frida.
Kesadaran dan kehatia-hatian
Saat foto dan video yang diambil diam-diam diunggah ke grup percakapan yang tidak diikuti oleh yang bersangkutan, Frida mengatakan hal ini juga sebagai tindakan yang tidak etis. Bukan saja karena dipergunjingkan sehingga merusak martabat seseorang, tapi juga terbukanya peluang terjadi kebocoran data pribadi.
“Jangankan di WA Group ya, ingat kasus pengaduan lewat email ke sahabatnya? Kasus Prita Mulyasari. Itu sangat personal, tapi bisa bocor,” katanya.
Frida menegaskan, kesadaran dan kehati-hatian juga jadi prinsip etis. Semua yang kita lakukan harus dilakukan dengan kesadaran penuh. Ada kemungkinan bocor, ada yang lalai. Kita tidak bisa antisipasi,” ujarnya.
Mengambil foto atau video orang lain tanpa izin tidak boleh lagi dinormalisasi. Apalagi kalau sekadar ingin viral. Cari jalan viral yang lain aja, deh, Mama! [*]