Cyberbullying adalah sebuah bentuk bullying atau perundungan yang terjadi di dunia maya. Jika dibiarkan terjadi berlarut-larut, dapat terjadi berbagai dampak serius pada korban, mulai dari kepercayaan diri yang rendah, depresi, hingga gangguan fisik yang terjadi karena stress. Jika anak-anak kita sudah mulai memasuki dunia maya, sebagai orang tua kita perlu waspada terhadap resiko terjadinya cyberbullying pada mereka. Cyberbulling dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Masing-masing membutuhkan tindakan pencegahan dan penanggulangan yang berbeda. Agar dapat melindungi diri dan keluarga dari cyberbullying, kita tentu perlu mengenal dulu apa saja jenis cyberbullying yang dapat terjadi di dunia maya.
Berikut jenis cyberbullying yang patut diwaspadai bersama:
- Cyberharassment – pelecehan secara konstan lewat jalur pribadi
- Flaming – pelecehan pada satu individu di forum publik
- Outing – mengunggah informasi pribadi untuk merusak reputasi korban
- Trickery – berpura-pura bersahabat untuk menjalin kepercayaan korban
- Denigration – menyebarkan rumor dan gosip untuk merusak reputasi korban
- Impersonation – berpura-pura menjadi orang lain
- Exclusion – mengucilkan korban dari aktivitas sosial secara online
- Cyberstalking – membuntuti korban secara online
1. Cyberharassment
Pelaku cyberharassment melakukan perundungan dengan terus menerus mengirimkan pesan pribadi berupa ancaman atau cacian secara online kepada korban. Media yang digunakan bisa melalui email, SMS, atau aplikasi messaging. Pesan-pesan yang disampaikan kepada korban biasanya menyakitkan dan serius, serta dapat berupa pelecehan seksual, emosional, atau sosial.
Terkadang, beberapa pelaku membentuk kelompok untuk bersama-sama melecehkan korban. Pelaku perundungan mengirimkan pesan secara konstan untuk membuat korban merasa terluka, takut, atau tunduk pada kemauan pelaku. Bayangkan menerima pesan yang menyakitkan setiap waktu, sepanjang hari. Bentuk perundungan ini patut diwaspadai karena dapat mengganggu kepercayaan diri dan menimbulkan ketakutan dalam diri korban.
2. Flaming
Jika cyberharassment dilakukan melalui jalur privat, flaming umumnya muncul di komunitas online seperti forum, group chat atau thread komentar di media sosial. Flaming (to flame = menyulut api) adalah penyerangan verbal berupa hujatan, cacian, hinaan, atau panggilan buruk yang dialamatkan pada seseorang, yang dilakukan di forum publik.
Flaming umumnya terjadi di sebuah forum online dengan penghuni yang beragam budaya, ideologi, dan latar belakangnya. Flaming sering diawali dengan diskusi pendapat mengenai suatu topik, yang semakin lama semakin memanas dan diakhiri dengan penyerangan secara pribadi. Topik-topik seputar politik atau agama seringkali menjadi titik awal perdebatan yang berujung pada flaming. Namun, banyaknya kasus yang terjadi pada thread komentar YouTube juga menunjukkan bahwa terkadang flaming juga dapat terjadi hanya karena hal-hal sepele seperti selera musik yang berbeda.
3. Outing
Outing adalah perbuatan yang dimaksudkan untuk menyakiti atau mempermalukan korban dengan cara mengunggah informasi sensitif atau pribadi tanpa persetujuan korban. Informasi ini bisa berupa tulisan, video, maupun foto yang tidak dinginkan korban untuk diketahui orang lain. Terkadang informasi yang disebarkan berupa data pribadi yang beresiko disalahgunakan jika tersebar secara publik seperti nomor telepon, alamat rumah, atau foto kartu identitas. Dalam kasus lain, informasi yang diunggah bisa pula berupa sesuatu yang dianggap korban memalukan untuk diketahui publik seperti foto dengan pakaian yang terbuka, chat history berisi curhatan, atau konten lain yang seharusnya hanya untuk konsumsi pribadi.
4. Trickery
Trickery merupakan salah satu jenis outing yang diawali pelaku dengan cara berusaha mendapatkan kepercayaan korban. Ia akan berpura-pura bersikap baik dan memposisikan diri sebagai sahabat yang terpercaya, hingga korban akhirnya mau berbagi rahasia, data pribadi, atau hal-hal personal lainnya. Setelah berhasil mendapatkan beberapa informasi sensitif, pelaku kemudian melakukan outing dengan cara membagikan informasi tersebut secara online tanpa persetujuan korban.
5. Denigration
Pelaku denigration mengunggah gosip, rumor, dan kebohongan yang kejam mengenai korban untuk merusak reputasi, mempermalukan, dan merendahkan korban di mata orang lain. Denigration juga dikenal dengan istilah dissing. Tindakan ini cukup umum ditemukan sebagai elemen dari berbagai metode cyberbullying yang lain.
6. Impersonation
Pelaku impersonation berpura-pura menjadi orang lain ketika melakukan perundungan. Impersonation dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pelaku bisa membuat akun palsu menggunakan identitas korban, kemudian melakukan sesuatu yang dapat merusak reputasi korban. Umumnya tidak semua data digunakan, cukup nama dan foto profil saja. Media sosial seperti Facebook sangat sering digunakan untuk tujuan ini karena begitu mudahnya membuat profil palsu dengan menggunakan identitas atau foto orang lain. Impersonation semacam ini dapat membuat korban dicaci oleh netizen karena status-status yang diunggah, padahal akun tersebut sebetulnya adalah akun palsu yang dibuat oleh pelaku.
Impersonation juga bisa terjadi ketika pelaku mengakses akun milik korban yang kurang terjaga keamanannya. Metode semacam ini juga dikenal sebagai fraping atau pembajakan akun. Pelaku kemudian mengunggah tulisan, gambar, atau video dengan berpura-pura menjadi korban. Walaupun terkadang pembajakan akun seperti ini hanya untuk lucu-lucuan antar sahabat, fraping juga beresiko merusak reputasi korban.
Impersonation juga bisa berarti pelaku yang menggunakan identitas orang lain ketika melakukan perundungan. Tujuannya adalah supaya identitas pribadinya sendiri terlindungi sehingga ia aman dari ancaman legal maupun sosial jika suatu saat tindakan perundungannya ketahuan atau dilaporkan oleh korban pada pihak yang berwajib.
Metode lain dalam impersonation yang juga cukup populer adalah catfishing. Seorang catfish membuat akun palsu dengan nama dan foto yang menarik, kemudian berusaha menjalin hubungan romantis dengan korban. Terkadang catfishing juga berlanjut hingga penipuan finansial, yaitu ketika pelaku yang sudah berhasil menjerat korban meminta untuk ditransfer sejumlah uang untuk kepentingan pribadinya.
7. Exclusion
Korban exclusion dikucilkan dari aktivitas suatu komunitas secara online. Beberapa contoh kasus exclusion yang dapat terjadi misalnya seorang siswa yang sengaja tidak dimasukkan ke dalam chat group teman sekelasnya, tidak menerima undangan online dari aktivitas bersama, atau tidak dihiraukan dalam percakapan grup.
Seorang anak, terutama yang beranjak remaja, secara natural memiliki keinginan untuk merasa diterima dan menjadi bagian dari komunitas teman sebaya. Pengucilan yang terjadi baik secara offline maupun online dapat berdampak buruk pada kepercayaan dirinya. Tidak hanya pada anak, pengucilan juga bisa berdampak negatif pada orang dewasa, karena pada dasarnya setiap orang memiliki kebutuhan sosial untuk merasa diterima.
8. Cyberstalking
Seseorang yang terlalu banyak mengunggah informasi pribadi secara publik melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, atau Twitter, beresiko untuk mengalami cyberstalking. Pelaku membuntuti korban menggunakan informasi-informasi pribadi seperti lokasi, jadwal harian, atau rencana liburan yang diunggah korban secara online melalui media sosial. Selanjutnya, pelaku berusaha mengirim pesan pribadi, menelepon, bahkan mendatangi rumah atau lokasi di mana korban berada.
Terkadang cyberstalking terjadi dengan pelaku dewasa dan korban anak-anak. Seorang pedofil misalnya akan mencoba mengontak korban dan meminta bertemu dengan tujuan ingin melecehkan korban secara seksual. Cyberstalking merupakan salah satu bentuk perundungan yang berbahaya karena selain menimbulkan kecemasan serta ketakutan, tindakan ini juga dapat mengancam keselamatan korban.
Bagaimana dengan trolling?
Trolling dilakukan dengan meninggalkan komentar provokatif di komentar blog, situs berita, atau media sosial. Trolls akan menggunakan kata-kata yang buruk dan kasar dan memancing orang untuk membalas dengan hal yang serupa. Mereka terkadang menyerang pembuat konten atau komentator lain. Namun, seorang troll umumnya tidak berniat menyakiti.
Tujuan utama troll adalah mencari perhatian dengan cara mengalihkan fokus diskusi pada dirinya sendiri. Semakin banyak reaksi balasan, semakin puas dirinya dan semakin sering pula ia akan berkunjung ke forum tersebut untuk mengulangi perbuatannya. Karena tujuan yang berbeda inilah, trolling bisa dikatakan berbeda dari cyberbullying yang memang bertujuan untuk menyakiti korban.
Demikianlah berbagai jenis cyberbullying yang dapat terjadi di dunia maya. Semoga dengan mengenalinya, Mama dapat bersikap lebih waspada terhadap aktivitas online yang dilakukan baik oleh diri sendiri maupun keluarga. Mari berinternet dengan sehat dan aman, serta lindungi keluarga dari hal-hal negatif di dunia maya.
2 thoughts on “Kenali Jenis Cyberbullying yang Dapat Terjadi di Dunia Maya!”
Pingback: Doxing Makin Marak Akibat Fenomena "Spill the Tea"
Pingback: Cyberbullying pada Anak, Dampak dan Pencegahannya